Aku terdiam di sudut kamar
Hening sepi mencekam
Kusadari aku telah salah dalam melukis tinta hidupku.
Menjadikan semua yang semu menjadi kenyataan dan yang kenyataan menjadi yang semu.
Hening sepi mencekam
Kusadari aku telah salah dalam melukis tinta hidupku.
Menjadikan semua yang semu menjadi kenyataan dan yang kenyataan menjadi yang semu.
Begitu bodohnya aku saat ini, terseret arus ombak
hidupku sendiri yang bahkan aku sebagai nahkodanya tak sanggup menghalau badai
yang ada.
Semua kenyataan itu aku telan bulat-bulat dan tak
pernah untuk menginginkan mengeluarkannya kembali.
Kenyataan yang harus aku terima saat ini adalah
suatu lukisan tanpa judul yang bertengger di sudut semu tanpa ada yang menjamahnya. Hampa tanpa
ada yang menyadari bahwa ada seonggok nyawa di dalam lukisan itu.
“12345”
Semua berurutan sesuai yang diputuskan, mengapa aku
tidak?
“ Aku tidak seindah lukisan mona lisa yang berarti”
“ Aku tidak seindah lukisan mona lisa yang berarti”
“Abcde”
Semua kata selalu tersusun membentuk sebuah makna.
“ Aku bukanlah lukisan abstrak bermakna ganda dengan harga yang menjulang tinggi”
“ Aku bukanlah lukisan abstrak bermakna ganda dengan harga yang menjulang tinggi”
Kebohonggan itu… mengasyikkan. Seperti melukis di
atas kanvas putih dengan warna putih di ruang putih.
“1994” awal baru dimulai.
“1994” awal akhir berakhir.
“1994” awal akhir berakhir.
Awal dimulai.. akan ada akhirnya, tapi kapan
untukku?
Awal akhir baru lama. Telah hilang! Ini hidupku aku
bebas menentukan jalan mana yang akan ku ambil. Tentu saja aku tidak bodoh,
tidak akan mau mengambil jalan buntu untuk hidupku sendiri.
Waktu berjalan
Tumbuh dewasa
Lalu mati
Awal hidup berakhir.
Depok, 20 Februari 2012
Anita Carolina Wulandari
Anita Carolina Wulandari
*Hanya mengisi waktu luang dengan kata-kata yang mungkin tak berarti.
Komentar
Posting Komentar